(Sales Manager Training Series) Mengambil Alih Tim Sales Baru

Sales Manager Training Series ~ Imtiyaz Learnings | Bayangin ini: lo berjalan ke kantor — atau mungkin ke ruang meeting tim sales — untuk pertama kalinya sebagai pemimpin baru. Tim sudah berkumpul: ada orang yang menyambut lo dengan senyum tulus, ada yang agak canggung, ada juga yang diam-diam mengamati.

“Jadi ini pemimpin baru kita nih,” bisik salah satu sales di pojok.
Lo tarik napas dalam-dalam. Ada antusiasme, ada kekhawatiran. Lo tahu bahwa langkah-langkah awal bakal sangat menentukan bagaimana tim bakal melihat lo: sebagai pemimpin yang kredibel, yang bisa membawa tim maju, atau sekadar “bos baru” yang bikin kegelisahan.

Sales Manager Training ~ Memimpin Tim Baru
Sales Manager Training ~ Memimpin Tim Baru

Tapi, lo nggak sendirian. Dalam pengalaman puluhan case di berbagai perusahaan (besar dan kecil), ada pola—ada prinsip—yang bisa bantu kamu menyusun langkah dengan lebih mantap. Dan di bawah ini lo bakal baca:

  1. Apa sih yang sebaiknya dilakukan (dan dihindari) ketika mengambil alih tim baru — khususnya dalam konteks sales, dengan 20 ground rules sebagai panduan praktis.
  2. Bagaimana semua itu bisa dihubungkan ke teori perubahan — terutama model Leading Change dari Kotter dan tahap-tahap manajemen perubahan — supaya perubahan yang lo bawa tidak hanya “sementara”, tapi benar-benar tertanam.

Bagian I: 20 Ground Rules — Peta Jalan Awal Lo

Sebelum masuk ke teori, mari kita jelajahi 20 prinsip yang lo bisa pegang sebagai landasan praktis ketika mengambil alih tim sales baru:

  1. Take Your Time
    Jangan buru-buru ubah semuanya sekaligus, apalagi di hari-hari awal. Makin lo terburu-buru, makin besar risiko muncul reaksi negatif dari tim. Waktu pengamatan (listening mode) itu penting.
  2. Know Why You’re Promoted
    Lo dipilih bukan karena “kebetulan,” tapi karena ada ekspektasi dan kepercayaan. Dalam hati, lo harus punya keyakinan (confidence) bahwa lo punya kapasitas — itu akan menular ke tim.
  3. Find Out Objectives & Timeline
    Ketika atasan menetapkan target, lo harus tahu: “Dalam jangka waktu berapa target itu harus dicapai, bagaimana tolok ukur, apa batas aman, dan risiko apa saja yang mungkin muncul?”
  4. Manage Relationship with Your Boss
    Banyak pemimpin baru fokus ke bawah (bawahan) tapi lupa bahwa mengelola ekspektasi ke atas (atasan, stakeholder) penting agar lo nggak kedodoran. Jangan gengsi minta klarifikasi, bantuannya, atau dukungan.
  5. Get to Know the Team
    Luangkan waktu untuk ngobrol satu-satu, cari tahu latar belakang, motivasi, aspirasi, kekhawatiran mereka. Hindari judgement cepat berdasarkan asumsi.
  6. Understand the System
    Pelajari prosedur, sistem CRM, SOP, workflow lama. Kalau lo komentar: “Sistem ini buruk,” tim bakal defensif; lebih baik pahami dulu, baru ajukan perbaikan.
  7. Analyse Team Results
    Cek catatan historis: revenue, konversi lead, performance tiap individu, pola musim. Dari situ lo bisa tahu “apa yang sukses selama ini” dan “apa yang harus diperbaiki.”
  8. Observe Team Dynamics
    Siapa yang berpengaruh informal? Siapa pendiam yang punya insight? Apakah ada konflik terselubung? Bagaimana hubungan antar anggota? Ini penting untuk strategi intervensi.
  9. Set High Standards
    Tim respect ke leader yang punya standar tinggi (tapi realistis). Tapi — dan ini penting — lo juga harus melaksanakan sendiri apa yang lo minta orang lain lakukan.
  10. Explain Your Vision
    Jangan biarkan mereka “menebak-nebak.” Lo harus menceritakan ke mana tim akan diarahkan. Tapi jangan pimpinan otoriter: buka ruang agar tim bisa ikut menyusun visi itu.
  11. Lead by Example
    Lo minta tim disiplin — lo juga harus disiplin. Lo minta komitmen — tunjukkan lo juga berkomitmen. Leadership via contoh akan memiliki daya persuasi yang jauh lebih kuat.
  12. Support Senior Management
    Lo adalah jembatan antara tim dan manajemen. Jangan bikin tim lo jadi oposisi terhadap kebijakan perusahaan. Di saat lo nggak setuju, komunikasikan dengan cara yang konstruktif.
  13. Meet Individually
    1-on-1 meeting penting. Dalam itu lo bisa bahas tantangan pribadi, karir, hambatan. Banyak hal akan muncul di ruang privat yang tak muncul di rapat umum.
  14. Encourage Success
    Bila ada perilaku positif, apresiasi — jangan pelit pujian. Tapi jangan takut memberi koreksi kalau ada kesalahan. Kesalahan adalah momen belajar.
  15. Maintain High Standards
    Konsistensi adalah kunci. Jangan tiba-tiba longgar setelah punya satu kemenangan kecil; tetap jaga standar agar tim tahu bahwa standar itu bukan “ujicoba” saja.
  16. Be Sensitive
    Anggota tim bukan robot. Ada hari mereka mungkin stres, masalah pribadi, kelelahan. Jadilah pemimpin yang manusiawi—beri dukungan moral ketika mereka butuh.
  17. Manage Inter-Team Relations
    Tim sales nggak bisa berjalan sendiri: mereka butuh sinergi dengan marketing, operasi, produk, finance. Bangun jaringan (network) internal agar tim lo tidak terisolasi.
  18. Pay Attention to Detail
    Sebagai manajer, kamu harus tahu apa yang terjadi di lapangan — bukan cuma lewat laporan excel, tapi lewat insight langsung: kenapa lead ini ditolak? kenapa closing ini batal?
  19. Involve Team in Goal Setting
    Bila tim ikut menentukan target, mereka merasa “punya” terhadap target itu — ini meningkatkan sense of ownership. (Tapi lo tetap harus menyesuaikan agar target sejalan dengan visi perusahaan.)
  20. Give Regular Feedback
    Jangan tunggu akhir kuartal. Feedback rutin (baik positif dan negatif) menjaga agar hal-hal kecil yang salah tidak membesar. Jangan lupa juga minta feedback balik: bagaimana leadership lo, apa yang bisa diperbaiki.
Pelaut Digital Gen Z ~ sales manager training
Pelaut Digital Gen Z ~ sales manager training

Bagian II: Mengaitkan Ground Rules ke dalam Model “Leading Change” Kotter

Melaksanakan 20 ground rules di atas itu bagus — tapi agar transformasi lo berhasil dan bertahan lama, lo perlu kerangka yang lebih kokoh. Di sinilah teori perubahan punya peran: lo tidak sekadar “memimpin tim sales baru,” tapi lo juga “membangun perubahan” agar budaya, standar, kolaborasi, dan mental tim ikut berubah ke arah yang lo inginkan.

Salah satu model perubahan yang banyak digunakan di dunia manajemen adalah Kotter’s 8-Step Change Model (dikenal dari buku Leading Change karya John P. Kotter). (Kotter International Inc)

Kitabnya mengatakan: transformasi bukanlah sekali kejadian, melainkan proses yang melewati tahap-tahap, dan seringkali kegagalan terjadi karena pemimpin melewatkan tahapan. (irp-cdn.multiscreensite.com)

Berikut uraian tiap langkah Kotter + bagaimana langkah itu bisa diaplikasikan ketika lo ambil alih tim sales baru, lengkap dengan contoh ilustrasi:

Tahap Kotter Inti Filosofi Praktik di Tim Sales Contoh Ilustrasi
1. Create a Sense of Urgency (Membangkitkan Kesadaran Mendesak) Agar orang bergerak, mereka harus merasa bahwa perubahan itu penting dan mendesak, bukan “kalau ada waktu kita ubah”. Di meeting awal, lo share data: “Tahun lalu kita tertinggal 20% dari target karena closing rate menurun, kompetitor makin agresif, lead cost kita melonjak.” Ini membuka diskusi: “Kalau kita tetap jalan seperti biasa, kita bakal tertinggal.” Misalnya, lo menunjukkan bahwa beberapa calon besar pindah ke kompetitor karena delay follow-up; ini menjadi sinyal bahwa kecemasan laten harus dibangkitkan agar tim mau bergerak.
2. Build a Guiding Coalition (Membangun Koalisi Kepemimpinan) Lo nggak bisa sendirian. Perubahan perlu dukungan dari orang-orang kunci — baik formal maupun informal. Identifikasi beberapa sales senior yang respected, plus tim marketing/operasi yang sering kolaborasi. Ajak mereka sebagai change agent: bantu menyosialisasikan ide baru, membentuk dukungan internal. Contoh: lo minta dua orang sales senior (A dan B) untuk jadi “champion” penguji proses baru CRM. Mereka bantu uji dulu, memberikan masukan, lalu membantu menyosialisasikan ke rekan yang lain.
3. Form a Strategic Vision & Initiatives (Membentuk Visi & Inisiatif Strategis) Visi memandu di mana tim harus menuju; inisiatif adalah langkah-langkah konkret untuk mencapainya. Lo rancang visi (misal: “Tim kita jadi tim sales paling cepat respons, data-driven, dan growth-oriented di industri X dalam 1 tahun”). Lalu pecah jadi inisiatif: pelatihan skill closing, sistem tracking lead cepat, pertemuan mingguan analisis kasus. Ide: visualisasikan perjalanan tim dari “status quo (lead banyak tapi konversi rendah)” → “state ideal (pipeline sehat, closing baik)”, dan perlihatkan gap-nya lewat grafik agar tim bisa melihat jaraknya.
4. Communicate the Vision (Komunikasikan Visi dengan Masif) Visi harus selalu dikomunikasikan, dalam berbagai cara, dan lewat tindakan nyata — bukan cuma lewat slide. Setiap meeting tim, workshop, email, bahkan posting di grup chat tim: selalu kaitkan ke visi. Tunjukkan contoh bahwa lo sendiri berperilaku sesuai visi: cepat tanggap, data-aware. Misalnya setiap Senin pagi di meeting, lo bahas “bagaimana minggu lalu kita mendekati visi” — bukan hanya evaluasi angka. Juga, bila ada tindakan baru dari manajemen, lo hubungkan ke visi itu agar tim tahu “ini bukan sekadar ide acak.”
5. Empower Others to Act on the Vision (Memberdayakan Orang Lain & Hapus Hambatan) Banyak perubahan gagal karena hambatan sistemik (proses, budaya, izin, sumber daya). Lo harus membantu tim mengatasi hambatan itu. Identifikasi hambatan: mungkin CRM lama susah, approval teknis lama, sistem data manual. Bekerja sama dengan TI/operasi/marketing untuk bersihkan hambatan itu: upgrade CRM, permudah akses data, alokasi resource. Contoh: tim sales sering mengeluh bahwa lead banyak tapi data kontak tak valid. Lo minta tim data atau marketing bantu verifikasi data dan sistem filter awal agar sales tidak kerja sia-sia.
6. Generate Short-Term Wins (Ciptakan Kemenangan-Kemenangan Kecil) Kemenangan kecil penting agar momentum tidak padam, sekaligus membangun kepercayaan bahwa perubahan memang bisa terjadi. Tentukan target jangka pendek: dalam 1–2 bulan, capai kenaikan closing 10 %, atau perbaiki lead follow-up time menjadi < 12 jam. Rayakan target itu: pujian terbuka, reward simbolis. Contoh: tiap minggu pilih “Top Improver” (sales yang meningkatkan performa paling signifikan), beri ack lewat email tim, apresiasi di meeting. Hal itu memotivasi yang lain.
7. Sustain Acceleration (Konsolidasi & Perluas Perubahan) Setelah beberapa kemenangan, jangan puas — terus dorong agar perubahan menyebar dan makin dalam. Tambahkan proyek baru berdasarkan keberhasilan awal, perluas proses ke wilayah atau produk lain. Pastikan perubahan baru tidak mengikis yang sudah berjalan. Contoh: setelah tim pusat mulai pakai sistem baru, lo perpanjang ke tim cabang; atur pertemuan silang antar cabang untuk berbagi best practice.
8. Anchor the Change (Menanamkan Perubahan ke Budaya) Agar perubahan tahan lama, ia harus menjadi bagian dari “cara kerja normal” dan nilai budaya tim. Saat rekrut baru, masukkan nilai-nilai baru dalam onboarding. Performance review, reward & pengakuan, promosi: semua terintegrasi dengan budaya baru. Contoh: dalam evaluasi tahunan, salah satu kriteria adalah “kecepatan respons lead” atau “keterlibatan tim dalam analisis data”. Bila tim baru adaptasi, mereka pasti tahu nilai itu dipegang teguh.

Model Kotter ini sangat populer karena struktur yang jelas dan urutannya yang logis. (portal.ct.gov) Namun, penerapannya tidak kaku — kamu bisa menyesuaikan dan bahkan melakukan beberapa langkah paralel tergantung situasi.

Catatan praktis: jangan melewatkan langkah awal (1–2). Banyak manajer baru “langsung lompat ke aksi” (langkah 5 atau 6) tanpa membangun urgensi atau koalisi — dan perubahan itu akhirnya ditolak setengah jalan.

Di sisi lain, ada pola yang lebih ringkas: model Lewin (Unfreeze → Change → Refreeze). (Whatfix)

  • Unfreeze: persiapkan kondisi agar orang mau berubah (ini mirip langkah 1–3 Kotter).
  • Change: fase implementasi (mirip langkah 4–7).
  • Refreeze: menanamkan perubahan ke budaya (mirip langkah 8).

Keduanya bisa dikombinasikan: gunakan Kotter sebagai panduan lebih detail saat transition, sementara Lewin sebagai kerangka mental sederhana. (Sideways 6)

Bagian III: Menyusun Strategi Praktis — Langkah Demi Langkah

Nah, sekarang kita satukan 20 ground rules + model Kotter ke dalam alur strategi konkret yang bisa lo jalankan di 90 hari pertama (first 90 days).

Hari 0–30: Observasi, Pemahaman, dan Persiapan (Tahap Unfreeze & Kotter 1–3)

Langkah-langkah:

  1. Listening Mode 100 %
    Mulai dari ground rule #1 & #5. Hindari “aksi besar” dulu. Buat jadwal one-on-one dengan semua anggota tim.
    Cari tahu: apa yang menurut mereka sukses, apa hambatannya, aspirasi mereka.
  2. Audit Data & Sistem
    Terapkan ground rule #6 & #7. Keluar dari ruangan, ikut panggilan sales, lihat CRM, data historis, laporan, margin, pipeline.
  3. Amati Dinamika & Pengaruh Informal
    Ground rule #8. Kadang orang paling banyak ngomong bukan yang paling berpengaruh; identifikasi siapa influencer internal.
  4. Buat Piagam Perubahan (draft visi + inisiatif)
    Gabungkan ground rule #9 & #10. Jangan langsung sebarkan; gunakan koalisi kecil (ground rule #4 & #12) untuk refine.
  5. Bangun Koalisi Internal
    Pilih beberapa orang yang punya kredibilitas (formal/informal) — mereka akan jadi duta perubahan internal. (Kotter 2)
  6. Komunikasi Awal Urgensi
    Di rapat awal, lo sampaikan data, tantangan, dan ‘risiko kalau tidak berubah’ — dengan cara yang empatik, bukan menyalahkan. (Kotter 1)

Tips story-driven:
Saat lo meeting dengan salah satu sales senior (katakanlah namanya Dina), lo bisa bertanya:

“Dina, kalau kamu bisa ubah satu hal di proses penutupan (closing) agar lebih gampang, apa itu? Apa yang selama ini paling mengganggu?”

Jawaban tersembunyi di situ bisa jadi insight emas.

Hari 30–60: Eksperimen & Kemenangan Kecil (Tahap Change & Kotter 4–6)

Langkah-langkah:

  1. Sosialisasikan Visi & Arah
    (Kotter 4) Mulai komunikasi visi lewat meeting mingguan, newsletter internal, grup chat, storytelling.
  2. Empower dan Hapus Hambatan
    (Kotter 5) Ketika tim bilang “sistem lama lambat,” minta tim IT bantu upgrade; atau minta marketing bantu pre-filter lead. Pastikan fasiltas & sumber daya mendukung.
  3. Eksperimen Proses Baru Secara Terbatas
    Uji coba di satu segmen daerah atau produk. Lepas dari eksperimen, bukan langsung rollout besar-besaran. Ini untuk mengurangi risiko dan belajar dari iteration.
  4. Tentukan Short-Term Wins
    (Kotter 6) Target yang bisa diraih dalam minggu atau 1–2 bulan. Contoh: “closing rate naik 5 % minggu ini dibanding minggu lalu,” atau “waktu respon lead turun 20 %”.
  5. Rayakan dan Publikasikan Kemenangan
    Apresiasi secara terbuka, share kisah sukses (kisah nyata) agar tim merasa “kita bisa” dan momentum tumbuh.
  6. Konsolidasi Perubahan Awal
    (Kotter 7) Setelah beberapa kemenangan, terus dorong agar praktik-praktik baru diperkuat, diperluas. Jangan biarkan gelombang positif padam.

Contoh ilustrasi:
Misalnya di segmen produk A, tim mencoba follow-up lead lebih agresif (kontak ulang dalam <24 jam). Setelah 4 minggu, closing meningkat 8 % dibanding baseline. Lo lalu ajak tim presentasi hasil, tanya “apa yang membantu?” dan “apa hambatannya?” — lalu rancang versi yang lebih optimal dan perluas ke segmen B.

Hari 60–90 (dan seterusnya): Institusionalisasi & Budaya Baru (Tahap Refreeze & Kotter 7–8)

Langkah-langkah:

  1. Integrasikan ke Proses Harian
    Ground rule #15, #20. Pastikan target mingguan, laporan, meeting rutin semua terkait ke perubahan. Misalnya: setiap laporan harus sebut “apa tindakan aksi minggu ini berdasarkan data?”.
  2. Beri Pelatihan & Pendampingan
    Bagi anggota tim yang masih kesulitan adaptasi, buat program mentoring atau pairing dengan “champion” internal.
  3. Align Reward & Pengakuan
    Bila promosi, bonus, penghargaan hanya mengacu ke angka lama, perubahan tidak akan kuat. Masukkan kriteria baru terkait kecepatan respons, kolaborasi, inisiatif perbaikan. (Ground rule #20)
  4. Masukkan di Onboarding & Rekrutmen Baru
    Sejak orang baru masuk, mereka “dicuci” dari awal agar akrab dengan standar baru. (Anchoring budaya — Kotter 8)
  5. Minta & Respons Feedback
    Jangan puas hanya memberi feedback ke tim — minta feedback balik: apa yang baik, apa yang kurang, apa yang bikin mereka kesulitan. (Ground rule #20)
  6. Pantau & Adjust Secara Berkelanjutan
    Evaluasi dan revisi. Jika ada praktik yang tidak efektif, revisi. Jika ada hambatan baru muncul, tangani.
  7. Bangun Ritual & Norma
    Buat kebiasaan mingguan, bulanan, yang memperkuat identitas tim: misalnya meeting “growth lab” mingguan, “sharing best deal” setiap Jumat, oksigen moral rutin (kisah sukses) dan review kegagalan.

Ilustrasi nyata:
Setelah 3–4 bulan, lo punya ritual “Monday Kickoff” di mana tim memulai dengan sharing satu cerita “apa yang berhasil” dan “apa yang gagal minggu lalu,” lalu menyusun aksi minggu ini. Itu menjadi budaya. Ketika rekrut baru datang, mereka langsung diajak ke ritual itu dan merasakan bahwa “ini cara kita bekerja.”

B2B Corporate Sales Guide ~ Sales Training
B2B Corporate Sales Guide

Bagian IV: Menyatukan Ground Rules dan Model Kotter — Tips Praktis

Agar tidak terjebak “teori tanpa aksi,” berikut beberapa tips bagaimana memadukan 20 ground rules tadi dengan penerapan model Kotter:

  1. Prioritaskan ground rules sesuai tahapan
    Misalnya di fase awal, fokus pada rule #1, #5, #6, #7, #8; di fase eksperimen, fokus ke rule #9, #10, #11, #13, #14; sementara di fase budaya, rule #15, #17, #20 jadi sangat krusial.
  2. Gunakan storytelling & bahasa sehari-hari
    Ketika menyampaikan visi atau urgensi, bungkus dalam narasi (kisah nyata klien, dilema tim, atau mimpi bersama) agar lebih manusiawi dan mudah dipahami.
  3. Libatkan tim dalam proses perubahan (partisipatif)
    Walau lo pemimpin dan punya visi, tim harus merasa ikut “membuat perubahan,” bukan hanya menerima perintah. Ini meningkatkan komitmen.
  4. Transparansi & komunikasi dua arah
    Banyak konflik muncul karena “apa yang dibilang vs yang dilakukan” berbeda. Pastikan konsistensi antara kata dan perilaku lo. Respon pertanyaan tim dengan jujur.
  5. Adaptasi & fleksibilitas
    Setiap tim unik. Jika proses yang lo rancang terlalu kaku, adaptasi sesuai kekhasan tim. Tapi jangan sampai berubah-ubah tiap hari — konsistensi tetap penting.
  6. Benchmark & learning dari luar
    Pelajari tim sales lain (intern maupun ekstern) — apa praktik bagus mereka, apa yang bisa kamu adopsi. Tapi jangan jadi tiruan mentah-mentah.
  7. Sabar tapi tegas
    Perubahan budaya memerlukan waktu. Namun, bila ada anggota yang secara konsisten merusak standar, lo harus ambil tindakan (coaching keras, pengalihan tugas, atau bahkan pemisahan). Ini adalah boundary leadership.

Bagian V: Contoh Kasus Besar — “Tim X di Kota Y”

Untuk membuat konsep ini lebih membumi, mari kita lihat contoh fiktif tapi realistis:

Situasi
Perusahaan TechSol di Jakarta baru menunjuk Dimas sebagai Sales Manager untuk produk SaaS (software as-a-service). Tim sales sebelumnya terdiri dari 6 orang yang sudah lama bekerja, tapi performa stagnan: lead datang banyak, tapi closing rate rendah (10 %), waktu follow-up lama (rata-rata 3 hari), dan margin sering tergerus karena negosiasi agresif klien.

Aksi Dimas di 90 hari:

  • Hari 0–30
    Dimas meeting satu per satu dengan tiap sales (rule #5), mendengarkan masalah: “data lead jelek”, “wewenang untuk diskon terbatas”, “koordinasi marketing lambat.”
    Dia audit sistem CRM lama & pipeline historis (rule #6–7). Dalam rapat tim, Dimas menyajikan data: “Kita kehilangan potensi revenue Rp 500 juta per bulan akibat delay dan lead tak valid” — menciptakan urgensi (Kotter 1).
    Dia juga berdiskusi dengan marketing & IT agar tim kecil bisa ikut memecahkan masalah sistem (memulai koalisi / coalition) (Kotter 2).
  • Hari 30–60
    Dimas memperkenalkan visi: “Tim sales responsif, data-driven, closing terbaik di industri SaaS Jakarta dalam 1 tahun.” (Kotter 4)
    Eksperimen: satu sales (misal: Rina) mencoba follow-up <12 jam, dengan script baru dan checking kualitas lead. Hasilnya: closing naik dari 10 % → 14 % dalam 4 minggu (short-term win). (Kotter 6)
    Dimas apresiasi Rina di meeting serta minta dia share metode.
    Dia juga koordinasi ke tim operasional agar sistem CRM mendapatkan upgrade minor agar field sales bisa akses real-time data (Kotter 5).
  • Hari 60–90
    Dimas integrasikan proses baru ke rutinitas: meeting mingguan selalu bahas lead-response time, pipeline health. (rule #20)
    Dia ubah skema insentif: sales yang consistently merespons <24 jam mendapat bonus tambahan.
    Dia juga masukkan standar baru itu ke dalam KPI tahunan & proses onboarding sales baru (Kotter 8).
    Dalam satu meeting, Dimas minta feedback: “Apa yang selama ini menyulitkanmu dalam metodologi baru kita?” — dia mendengar bahwa sebagian sales malu “terlihat salah waktu telepon ke klien besar” — Dimas lalu fasilitasi role-play coaching agar tim lebih percaya diri.

Hasil awal (setelah ~4 bulan):

  • Waktu rata-rata follow-up: turun dari 72 jam jadi 24 jam.
  • Closing rate meningkat ke 15–16 %.
  • Tim jadi lebih aktif berdiskusi kasus-kasus sulit, berbagi tip.
  • Kultur internal mulai berubah: “doktrin respons cepat” menjadi norma.

Contoh ini menunjukkan bagaimana menggabungkan observasi, eksperimen, pendekatan change model, dan konsolidasi budaya bisa berjalan secara sinergis.

Epilog & Kesimpulan: Dari Pemimpin “Baru” ke Agen Perubahan

Menjadi sales manager baru, khususnya ketika mengambil alih tim yang sudah berjalan, bukan perkara yang mudah. Ada tekanan performa, ekspektasi, keberagaman karakter tim, dan gesekan budaya lama. Tapi jika kamu punya landasan prinsip (20 ground rules) dan kerangka perubahan (Kotter / Change Management) sebagai panduan, lo punya peluang lebih besar membawa tim ke level yang jauh lebih matang dan efektif.

Beberapa poin kunci yang hendaknya lo ingat:

  • Observasi dulu, ubah nanti.
  • Libatkan tim — perubahan bukan proyek satu orang.
  • Komunikasi konsisten dan storytelling penting agar visi terasa “hidup.”
  • Kemenangan kecil itu kunci untuk menjaga momentum.
  • Budaya baru harus diinstitusikan lewat reward, onboarding, KPI, dan ritual harian.
  • Adaptasi dan fleksibilitas tetap penting—model adalah peta, bukan rambu besi.

Kalau lo butuh bantuan untuk menyusun visi, inisiatif eksperimen, atau template komunikasi, tinggal bilang aja. Lo nggak sendirian dalam perjalanan ini — banyak pemimpin lain yang sudah melewati fase “mengambil alih tim baru” dan menemukan formula mereka sendiri. Tapi semoga artikel ini bisa jadi kompas awal yang kuat buat lo.

Selamat memulai babak baru — dan semoga tim sales lo jadi tim yang makin solid, produktif, dan bangga bersama. 💪

 

 

PENULIS

DoddyAriesta Afriyana, SE, C.HRM, C.Trainer, C.SLII, C.SoT, C.NLP, C.PI Analyst

Doddy is a sales practitioner, human resources practitioner, and businessman, as well as a training master for Salesmanship, Sales management, and Sales Leadership training at Imtiyaz Learning & Consulting, who has 6 certifications ranging from sales, soft skills, leadership, training, personality profiling, and human resources from reputable national and international institutions.

Doddy has worked in a variety of industries for over 22 years, including the restaurant industry, software and application development, FMCG, Oil and Gas, Pharmacy, Direct Selling, MLM, Automotive, SME, and Start-Up. Extensive and in-depth experience in local, national, and multinational corporations within the scope of his position roles on a local, national, and global scale.

He began his career as a marketing executive at a Software & Application Development company, as well as a Head of Professor Assistant Corps at FEB UI, after graduating from the Faculty of Economics & Business University of Indonesia (FEB UI). His career progressed until he was trusted to become Head of Area, Assistant Manager, Manager, and General Manager in various national and multinational companies. His previous position before deciding to start a learning consulting firm was General Manager Learning & Development at Renault Indonesia and GM HRD & Business Development at start up Blimobil Indonesia.

–0–

logo imtiyaz learnings

Smart Sales Manager 4.0

Judul Sales Manager Training

Smart Sales Manager 4.0

Deskripsi

Sales Training ~ Imtiyaz Learnings | Bagaimana memahami territory management, breakdown target, mendesain KPI, mendesain insentif, dan mengevaluasi kinerja tim sales, serta memahami 3 peran sales manager secara maksimal yaitu mengelola tugas dengan baik, mengelola waktu, dan mengelola orang lain. Dan juga tanpa melupakan bagaimana kita memanfaatkan artificial intelligence untuk memaksimalkan peran manajemen kita.

Manfaat

Membekali para Sales Manager dengan skill yang tepat dalam mengelola diri dan tim penjualannya, termasuk di dalamnya skill territory management, break down sales target, menyelaraskan pencapaian insentif untuk mencapai target pribadi tim penjualan. Memanfaatkan media sosial, digital, dan artificial intelligence untuk mendapatkan database dan prospek.

Keunggulan

Para Sales Manager mudah memahami konten dari materi training ini, karena mudah diterapkan, inspiratif, juga membekali skill teknis mereka sebagai sales manager. Disempurnakan dengan skill media sosial, digital, dan artificial intelligence yang sangat suportif untuk pencapaian penjualan.

Skill

Smart time management, Smart task management, Smart leader, sales territory management, Smart problem solver and decision maker, smart prospecting, smart database gathering.

Target Peserta Sales Manager Training 

Sales Leader, Sales Manager, Sales Director, Vice President Sales Marketing, General Manager Sales, C-Level

Materi Training
  1. Time Management
  2. Task Management
  3. Territory Manager
  4. Problem Solving
  5. Decision making
  6. Breakdown Sales Target
  7. Prospect Database Gathering
  8. Smart Coaching for high performance.
Durasi

2 Hari

Metode Sales Training 
  • Participative Learning;
  • Group Discussion;
  • Interactive Presentation;
  • Case Study;
  • Impactful Role Play;
  • Simulation; Group Presentation.

 

contact marketing imtiyaz

Hubungi kami untuk mendapatkan penawaran dari program unggulan Imtiyaz Learnings. SALES TRAINING 4.0 adalah program unggulan kami untuk membantu para pimpinan sales mencapai target penjualan perusahaan. Metode pembelajaran yang dijalankan merupakan kolabolasi dari pengalaman tim trainer di dunia sales dengan memanfaatkan kemajuan teknologi terkini.

Address:

H. Nawi Raya No. 191, Gandaria Utara
Kota Jakarta Selatan 12140, Jakarta
Lihat Google Maps  –>> klik disini

Phone / Whatsapp :

0852 8350 0976 (DINI)  –>> klik disini
0812 9581 2288 (DEWA)  –>> klik disini

Email:

dini.mufidah@imtiyazlearnings.com
dewa@imtiyazlearnings.com

Socmed:

LinkedIn : imtiyazlearningconsulting  –>> klik disini
Instagram :  imtiyazlearnings  –>> klik disini

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

sales manager training

Share to Learn

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top